Space Ads close

Sponsor Ads

Senin, 18 Juni 2012

“Celotehan Anak Slankers”


“Sang kancil curi laser discnya
Pak tani lupa pasang alarm
Untung TV warnanya nggak ilang
Untung Mobil BMW nya juga nggak dibawa

Kapan-kapan ? semua itu akan terjadi
Entah kapan ? para petani hidup bagai orang di kota”
Sepenggal bait lagu grup band Slank yang berjudul “Pak Tani”. Lagu yang tak asing bagi para Slankers di seluruh bumi pertiwi. Sejenak terdengar asyik sekali lagu ini, penuh distorsi yang membuat kita berjingkrak – jingkrak atau menggoyangkan anggota badan tanpa sadar.
Bagi kaum awam yang kurang peka, mungkin mereka hanya menganggap lagu ini sebagai lagu anak muda slengean, rambut gondrong, tato, celana jeans sobek, dan segala macam label vandalisme kaum anak muda.
Jika kita mau membuka pikiran lebih luas, tentu di dalam lirik lagu tersebut terdapat realitas sosial kehidupan seorang petani yang penuh dengan utophia. Bagaimana mungkin seorang petani di negeri ini bisa hidup layak bergelimang harta di tengah era teknologi yang serba canggih???
“Nggak mungkin, nggak mungkin
Semua itu akan terjadi
103 tahun mungkin
Nggak mungkin, nggak mungkin
Semua itu terjadi
100 tahun lagi mungkin”
Itulah jawaban dari grup band Slank atau “Bagai pungguk merindukan bulan” mungkin pepatah inilah yang sanggup menngambarkannya.
Sangat ironis, di karuniai tanah yang subur curah hujan yang tinggi, seharusnya menjadi keuntungan bagi petani Indonesia untuk memperoleh hasil yang lebih dari petak sawahnya. Apalagi pemerintah menginginkan Indonesia tahan pangan dan gizi 2015. Program ini linier dengan tekad Mentri BUMN, Dahlan Iskan, BUMN bisa memberikan kontribusi terhadap produktifitas sawah agar impor beras bisa dikurangi. Untuk itu pemerintah harus menaikkan kapasitas produksinya (sekedar info dari Kementrian Pertanian: laju peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun) dan harus menyediakan benih atau bibit unggul berkualitas guna mendukung program tersebut. Untuk menuju kearah tersebut, tidak serta merta mengandalakan lahan yang subur dan kondisi iklim yang medukung, tetapi harus di support dengan infrastruktur yang memadai, seperti : infrastuktur distribusi hasil pangan serta kemudahan memperoleh hasil pangan tersebut bagi konsumen. Selain itu pemerintah juga harus menyediakan suplemen bagi para petani untuk kelancaran mengolah sawahnya, seperti modal dan kemudahan memperoleh bibit unggul dan jaminan ketersediaan pupuk bagi para petani. Bukan hanya itu, pemerintah pun wajib meng-upgrade kapasitas petani khususnya para petani kecil yang jumlahnya sekitar 13,7 juta KK di negeri ini, bukan hanya dalam hal pengetahuan, tetapi jtga perlunya menggunakan tenaga mesin atau teknologi agar efektif. (Menurut Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Astu Unadi, ”Kalau mekanisasi sudah masuk, biaya produksi bisa ditekan lebih rendah sampai 12,5 persen lagi.”) Dan juga pemerintah pun harus memperhatan ancaman yang akan menjadi penghambat dalam usaha untuk merealisasikan program tersebut. Pemerintah tidak hanya berperang melawan faktor iklim dan geografis, seperti global warming dan bencana alam yang datang silih berganti. (Menteri Pertanian Suswono menyatakan saat ini penyediaan pangan secara global menghadapi ketidakpastian masa depan sebagai akibat perubahan iklim dan perdagangan.)
Akan tetapi juga harus tegas sebagai regulator dalam menghadapi ulah nakal para spekulan dan perambah lahan yang dilakukan oleh “para petani beton” di negeri kita. Seperti yang kita ketahui ulah para petani beton (baca:pengembang perumahan, villa, mall, hotel, dll.) mengurangi lahan pertanian kita. Hal ini juga akan berdampak pada ketersediaan lahan pertanian dan juga sumber daya air. (Sekedar info dari Kementrian Pertanian : saat ini tingkat alih fungsí lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran dll) di Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th . Kondisi sumber air di Indonesia cukup memperihatinkan, daerah tangkapan air yakni daerah aliran sungai (DAS) kondisi lahannya sangat kritis akibat pembukaaan hutan yang tidak terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi sejak tahun 1995 dan terus bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai 52,8 milyar m3 per tahun. Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan erosi hebat dan ancaman tanah longsor pada musim hujan bergantian dengan kekeringan hebat pada musim kemarau. Bila laju degradasi terus berjalan maka tahun 2015 diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai 14,1 miliar m³ per tahun).
Jika berbagai hal tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya atau telah menemukan win – win solution maka tak ayal program mulia Kementrian Pertanian untuk membawa atau menuju Indonesia tahan pangan dan gizi tahun 2015 akan tercapai. Aminnn....
Dan juga, do’a atau impian dari grup band Slank serta para Slankers juga akan terealisasi seperti yang tergambar pada sepenggal lirik lagu “Pak Tani”-nya..........
“Petani bajak sawah pake traktor
Kerja rutin kontrol sawah
Numpak harley ngitung laba panen pake komputer
Ngirim order beras pake helikopter”
Tak perlu menunggu 103 tahun lagi untuk membuat para petani di Indonesia hidup layak, layaknya orang – orang dikota. Semogaa.........
HIDUP PETANI INDONESIA........!!!!!!!
SALAM PLUR..........................!!!!!!!!!!!!!!!